KEUTAMAAN PUASA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Study Qur’an”
Disusun oleh :
v Yuli Ekawati (210309017)
Dosen pengampu:
Muh.Munir Zuhdi,Lc
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)PONOROGO
2010
PENDAHULUAN
Puasa merupakan salah satu rukun islam yang dilaksanakan oleh kaum muslim seluruh dunia.Allah telah mewajibkan kepada kaum yang beriman sebagaimana telah diwajibkan atas kaum sebelum Muhammad.Puasa merupakan amal ibadah klasik yang telah diwajibkan setiap umat-umat terdahulu.
Ayat-ayat mengenai berpuasa diantaranya adalah dalam QS AlBaqoroh ayat 183-186. Disini akan dipaparkan sedikit mengenai penafsiran yang terkandung dalam ayat ini.Juga hukum-hukum yang terkandung dalam ayat ini.Mulai dari kewajiban berpuasa,rukhsoh diperbolehkannya untuk tidak berpuasa,serta cara menetapkan waktu awal puasa Ramadhan.
PEMBAHASAN
- Q.S.AL-BAQOROH:183-186
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã úïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇÊÑÌÈ $YB$r& ;Nºyrß÷è¨B 4 `yJsù c%x. Nä3ZÏB $³ÒÍ£D ÷rr& 4n?tã 9xÿy ×o£Ïèsù ô`ÏiB BQ$r& tyzé& 4 n?tãur úïÏ%©!$# ¼çmtRqà)ÏÜã ×ptôÏù ãP$yèsÛ &ûüÅ3ó¡ÏB ( `yJsù tí§qsÜs? #Zöyz uqßgsù ×öyz ¼ã&©! 4 br&ur (#qãBqÝÁs? ×öyz öNà6©9 ( bÎ) óOçFZä. tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÍÈ ãöky tb$ÒtBu üÏ%©!$# tAÌRé& ÏmÏù ãb#uäöà)ø9$# Wèd Ĩ$¨Y=Ïj9 ;M»oYÉit/ur z`ÏiB 3yßgø9$# Èb$s%öàÿø9$#ur 4 `yJsù yÍky ãNä3YÏB tök¤¶9$# çmôJÝÁuù=sù ( `tBur tb$2 $³ÒÍsD ÷rr& 4n?tã 9xÿy ×o£Ïèsù ô`ÏiB BQ$r& tyzé& 3 ßÌã ª!$# ãNà6Î/ tó¡ãø9$# wur ßÌã ãNà6Î/ uô£ãèø9$# (#qè=ÏJò6çGÏ9ur no£Ïèø9$# (#rçÉi9x6çGÏ9ur ©!$# 4n?tã $tB öNä31yyd öNà6¯=yès9ur crãä3ô±n@ ÇÊÑÎÈ #sÎ)ur y7s9r'y Ï$t6Ïã ÓÍh_tã ÎoTÎ*sù ë=Ìs% ( Ü=Å_é& nouqôãy Æí#¤$!$# #sÎ) Èb$tãy ( (#qç6ÉftGó¡uù=sù Í< (#qãZÏB÷sãø9ur Î1 öNßg¯=yès9 crßä©öt ÇÊÑÏÈ
183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
185. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
186. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
- Asbabun Nuzul
1. Ibnu jarir meriwayatkan dari Mu’ad bin jabal R,A, bahwa ia berkata:Sesungguhnya Rasulullah tiba di Madinah lalu ia berpuasa ‘assyura dan 3 hari setiap bulan,kemudian Allah mewajibkan puasa ramadhan,maka turunlah ayat “hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa ,sehingga ayat dan wajib bagi mereka yang berat menjalankannya(jika mereka tidak berpuasa)membayar fidyah(yaitu )memberi makan seorang miskin,maka siapayang suka berpuasa(berpuasalah ia)dan yang suka tidak berpuasa(ia pun tidak berpuasa) dan memberi makan seorang fakir miskin ,lalu Allah Azza wajalla mewajibkan berpuasa bagi orang yang sehat dan mukim di negerinya dan tepat lah(ketentua mengganti puasa yang ditinggalkan dengan)memberi makan kepada seorang miskin bagi orang tua yang tidak kuat berpuasa,maka turunlah ayat “maka barang siapa diantara kamu melihat bulan itu maka hendaklah ia berpuasa”
- riwayat dari Salmah bin akwa’bahwa ia berkata ketika turun ayat “dan wajib bagi mereka yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah yaitu memberti makan seorang miskin,maka siapa yang suka diantara kita berpuasa dan siapa yang suka berbuka dan membayar fidyah sebagai gantinya sehingga turunlah ayat berikut yang menasakhnya”maka diantara kamu melihat bulan itu hendaklah ia berpuasa’
- ada riwayat yang menyatakan bahwa ada sekelompok orang arab bertanya kepada Nabi SAW”Hai Muhammad apakah Tuhan kita itu dekat sehingga kita bisa berbisik denganNya atau jauh sehingga kita akan memanggilnya.Kemudian turunlah ayat “dan apabila hambaMu kepadamu tentang aku,maka sesungguhnya Aku adalah dekat…”
- Imam Bukhori meriwayatkan dari Barra bin azib bahwa ia berkata :Ada diantara sahabat nabi SAW dalam keadaan berpuasa kemudian tibalah waktu berbuka lalu ia tidur sebelum berbuka ,tidak makan pada malam hari hingga siangnyalagi sampai sore,dan bahwasanya Qais bin Sharmah al Ansori sedang berpuasa dan siang harinya bekerja dikebun kurna,setelah tiba waktu buka ia mencapuri istrinya,lalu ia berkata kepada istrinya:Apakah kamu punya makanan?ia menjawab: tidak,tetapi aku akan pergi mencari makanan untukmu padahal ia di siang hari bekerja dan ia tertidur.Maka datanglah istrinya dan ketika ia melihat suaminya (sedang tidur) ia berucap”celakalah kamu”. Kemudian siang harinya ia terbangun,kemudian hal itu disampaikan kepada Rasulullah.Lalu turunlah ayat”Dan dihalalkan bagimu pada malam hari bercampur dengan istri-istrimu”,maka merekapun sangat gembira,lalu turun lagi ayat “dan makan minumlah sehingga menjadi jelas bagimu benang putih dari benang hitam yaitu fajar”[1]
- Hukum-hukum yang dikandung dalam Q.S.Al-Baqoroh:183-186
1) Apakah ada kewajiban bagi umat islam sebelum puasa Ramadhan?
Melihat bunyi ayat”(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu”itu dapat dipahami bahwa puasa yang diwajibkan ini adalah puasa Ramadhan. Demikianlah pendapat sebagian besar ahli tafsir,pendapat itulah yang diriwayatkan dari Ibn abbas dan al hassan dan yang dipilih oleh Al Tabari.
Namun ada riwayat dari Qatadah dan Ata’ bahwa puasa yang diwajibkan kepada kaum muslimin itu adalah 3 hari pada setiap bulan kemudian setelah itu diwajibkan puasa Ramadhan.Hal ini didasarkan pada suatu argumen bahwa Allah berfirman” Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah”.Ini menunjukkan bahwa kewajiban disini bersifat pilihan(takhyir),sedang puasa Ramadhan merupakan kewajiban yang ditentukan(ta’yin) maka sudah pasti puasa yang dimaksud bukanlah puasa Ramadhan.
Sedangkan jumhur berargumentasi bahwa firman Allah “diwajibkan atas kau berpuasa”ini bersifat mujmal bisa diartikan satu hari,dua hari atau lebih dari itu,tetapi kemudian dijelaskan dalam firmannya”pada hari-hari yang tertentu”.Ini juga masih bisa diartikan seminggu,sebulan dan sebagainya,sehingga Allah menjelaskan lagi dengan firmannya “bulan Ramadan”.Maka ini semua adalah menjadi alas an yang jelas bahwa puasa yang diwajibkan terhadap kaum muslimin itu adalah puasa di bulan Ramadhan.
Ibnu jarir al Tabari berkata:pendapat yang paling benar menurut pandanganku adalah pendapat ulama yang mengatakan :yang dimaksud oleh firman Allah ‘pada hari-hari tertentu’itu adalah bulan ramadhan.Karena tidak ada satupun hadits yang menjelaskan bahwa pernah ada puasa yang diwajibkan kepada kaum muslim sebelum puasa ramadhan,Sebab Allah menjelaskan kepada kita dalam ayat ini bahwa puasa yang diwajibkan kepada kita adalah puasa Ramadhan,dan bukan waktu-waktu yang lain dengan dibedakannya bulan itu sebagaimana firmannya” (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran”,maka ta’wil ayat ini demikian:”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,pada hari-hari yang tertentu yaitu bulan Ramadhan”[2]
Jumhur ulama’ dan sebagian pengikut Syafi’i berpendapat bahwa tidak ada puasa yang pernah diwajibkan atas umat islam sebelum puasa Ramadhan.Pendapat ini berdasarkan hadits nabi “Hari ini adalah hari Assyura,dan Allah tidak mewajibkan atas kalian.Siapa yang mau silahkan berpuasa yang tidak juga boleh meninggalkannya.
Menurut Hanafi bahwa puasa yang diwajibkan pertama kali adalah puasa Assyura.setelah dating Ramadhan,Assyura dirombak(mansukh).Mahdzab ini mengambil dalil haditsnya Ibn Umar dan Aisyah”Diriwayatkan dari Ibn Umar bahwa Nabi SAW telah berpuasa hari Assyura’ dan memerintahkannya (kepada umatnya) untuk berpuasa pada hari itu.Dan ketika dating Ramadhan maka lantas puasa Assyura’ beliau tinggalkan,Ibn Umar juga tidak berpuasa”(HR.Bukhori)[3]
2) Kriteria sakit dan bepergian yang diperbolehkan untuk berbuka
Allah memperkenankan bagi orang yang sakit dan berbuka dalam bulan Ramadan sebagai rahmat dan memberi kemudahan.
Fuqoha berbeda pendapat dalam hal ini tentang kriteria sakit atau bepergian yang bagaimanakah yang sekiranya membolehkan seseorang untuk berbuka.
· Golongan zahiriyah berpendapat sakit dan bepergian secara mutlak,tidak memandang sakit yang ringan atau berat,bepergian yang dekat atau jauh.Ini menurut riwayat Atha’ dan Ibnu Sirin
· Sebagian ulama’berpendapat bahwa rukhsoh ini khusus bagi orang yang sakit yang kalau ia tetap berpuasa akan menyebabkan penderitaan dan kepayahan,demikian juga khusus bagi musafir yang mengalami perjalanan yang memberatkan dan memayahkannya.Ini pendapat Al Asham.
· Sebagian besar fuqoha berpendapat bahwa sakit yang membolehkan berbuka itu ialah sakit yang berat yang dapat menyebabkan bahaya bagi jiwa,atau(kalau diteruskan puasanya malah akan)menambah sakitnya,atau dikhawatirkan terlambat sembuhnya,sedang bepergian(yang membolehkan berbuka)yaitu bepergian jauh yang menurut kebiasaan dapat menyebabkan penderitaan.Ini menurut pendapat Imam Mahzab yang empat.[4]
3) Ketika sakit atau bepergian lebih baik mana antara meneruskan berpuasa atau tidak
Menurut Imam Malik,Abu Hanifah dan Al Syafi’i,bahwa berpuaa lebih utama bagi yang kuat,dan bagi yang tidak kuat berpuasa,maka berbuka lebih utama baginya.Alternatif pertama didasarkan firman Allah “dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”(QS 2:184)dan yang kedua berdasarkan firman Allah “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”(QS.2:185)
Sedangkan Imam Ahmad berpendapat ,bahwa berbuka lebih baik karena mengamalkan rukhsoh sebab Allah SWT senang rukhsoh- rukhsohnya diamalkan,sebagaimana ia senang ketentuan- ketentuanya dilaksanakan.Menurut Umar in Abd aziz r.a. yang paling utama adalah yang paling mudah diamalkan seseorang.
Dari beberapa pendapat diatas tampak pendapat jumhur lebih kuat dan lebih memungkinkan untuk diimplementasikan.[5]
4) Apakah mengqodho puasa wajib mutatabi’ain atau tidak
Ali,ibn Umar dan As-sya’abi berpendapat bahwa orang yang berbuka harus karena alasan sakit atau bepergian,harus mengqodha’nya secara berturut-turut.Mereka beralasan bahwa qadha’ itu bandingannya dari ada’(menunaikan pada waktunya) maka oleh karena itu ada’ mesti berturut-turut maka demikian pua mengqqadha’.
Jumhur berpendapat bahwa qadha’ boleh dengan cara apa saja,terpisah-pisah atau berturut-turut,sedang hujjah mereka ialah firman Allah “maka (wajib baginya bepuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya”,ayat ini tidak mensyaratkan melainkan “beberapa hari sejumlah hari-hari yang ditinggalkannya “tanpa ada keharusan berturut-turut dan kata ayyam (hari-hari) adalah dengan isim nakiroh yang konteksnya menetapkan hari apa saja dalam mengqadha’nya adalah dipandang mencukupi.
Juga mereka berdalil dengan riwayat dari Abu Ubaidah bin Jarrah bahwa ia pernah berkata :Sesungguhnya Allah memberi keringanan kepadamu dengan boleh berbuka itu tidak bermaksud membuat masyaqat bagimu dalam mengqadha’nya maka jika kamu suka boleh berturut-turut dan jika kamu suka boleh juga terpisah-pisah.[6]
5) Bagaimana hukumnya orang yang hamil dan menyusui,boleh/tidak berpuasa di bulan Ramadhan
Orang yang hamil dan menyusui anaknya apabila khawatir anaknya atau dirinya maka boleh berbuka ,sebab kedudukan hukum bagi mereka adalah sama dengan orang yang sakit.Hasan Al Bisri pernah ditanya tentang orang yang hamil dan menyusui apabila khawatir atas dirinya atau anaknya ia menjawab:Adakah sakit yang lebih berat daripada mengandung?
Tentang orang yang hamil dan menyusui boleh berbuka itu telah disepakati dikalangan fuqaha .Hanya masih berbeda pendapat tentang apakah wajib qadha’ dan membayar fidyah atau wajib qadha’ saja(atau hanya fidyah tanpa qadha’)[7]
Dalam suatu riwayat dari sayyidah Aisyah R.A. yang artinya”Aku punya hutang puasa Ramadhan dan tidak bisa mengqadha’nya kecuali di bulan Sya’ban”(HR. Bukhori)[8]
6) Bagaimanakah cara menetapkan bulan Ramadhan awal Ramadhan dengan hisab atau ru’yah
Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA berkata manusia sama melhat hilal (bulan sabit) maka akupun mengabarkan hal itu kepada Rasulullah,Saya katakan :sesungguhnya saya telah melihat hilal .Maka beliau SAW berpuasa dan memerintahkan semua orang agar puasa(HR.Abu Dawud,Al Hakim dan Ibnu Hibban )
Diriwayatkan dari Abu Hurairahbahwa sesungguhnya Nabi telah bersabda :Mulailah puasa dengan melihat ru’yah dan berbukalah(akhirilah puasa Ramadhan)dengan melihat ru’yah .Apabila awan menutup pandanganmu maka sempurnakanlah bulan Sya’ban selama tiga puluh hari(HR. Bukhori Muslim)[9]
Menentukan tanggal satu Ramadan dengan melihat hilal meskipun yang melihat itu hanya satu orang yang adil atau menyempurnakan bulan Sya’ban genap 30 hari sedangkan ilmu hisab dan ilmu astronomi tidak dapat dipergunakan karena Nabi saw yang artinya”berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya kemudian jika kamu terlindung oleh awan maka sempurnakanlah hitungan bulan sya’ban tiga puluh hari”
Dengan perantaraan (melihat)hilal dapatlah diketahui waktu puasa dan haji sebagaimana firman Allah dalam QS 2:189 yang artinya”Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit(hilal).Katakanlah bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah haji)”.
(berdasarkan ayat ini prinsip)melihat melihat bulan harus tetap dipegangi (sebagai sarana mengetahui tanggal satu ramadhan )dan dipandang cukup atas penglihatan satu orang yang adil.Demikian pendapat jumhur sebab ada riwayat dari ibnu umar bahwa dia pernah berkata “orang-orang pada melihat hilal lalu aku memberitahukan kepada Nabi SAW bahwa aku telah melihatnya maka Nabi saw berpuasa dan memerintahkan manusia berpuasa .Adapun menetapkan tanggal satu Syawal maka hanya dengan menyempurnakan hitungan Ramadhan tiga puluh hari dan tidak boleh dengan penglihatan hilal oleh satu orang yang adil.Demikian menurut sebagian besar ahli fiqih.
Imam Malik berkata :paling tidak harus dua orang yang adil karena sifatnya kesaksian,yang sama dengan menetapkan tanggal satu syawal yang harus terdiri dari dua orang sedikitnya,
Imam Tirmidzi berkata:menurut sebagian besar ulama’ bisa diterima kesaksian satu orang yang adil tentang melihat tanggal satu Ramadhan.
Daraquthni berkata:pernah seorang laki-laki bersaksi dihadapan Ali binAbi Thalib bahwa ia telah melihat tanggal satu Ramadhan maka Ali berpuasa dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa dan ia berkata : Aku berpuasa sehari dari bulan Sya;ban adalah lebih kusenangi daripada aku berbuka sehari dari bulan Ramadhan.[10]
PENUTUP
Dalam Q.S. Al-Baqoroh:183-186 dijelaskn mengenai kewajiban berpuasa atas orang-orang yang beriman,sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kita
Hukum-hukum yang terkandung dalam ayat-ayat ini antara lain mengenai:
· Adakah kewajiban puasa bagi umat islam sebelum puasa Ramadhan
· Kriteria sakit dan bepergian yang diperbolehkan untuk membatalkan puasa
· Lebih baik mana antara membatalkan puasa atau meneruskan puasa saat sakit atau bepergian
· Mengqodho’ puasa wajib mutatabi’ain atau tidak
· Hukum orang hamil dan menyusui boleh atau tidak berpuasa di bulan Ramadhan
· Cara menetapkan bulan Ramadhan dengan hisab atau ru’yah
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin ,Lutfi Hadi,Tafsir Ayat Ahkam,Ponorogo:Stain ponorogo press,2008
Hamidy,Mu’ammal.Manan,Imron A.Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam As Shabuni, Surabaya:PT Bina Ilmu,cet pertama 1983
Blog.unnes.ac.id./.../puasa/2/12/2010
Id.Islam houses.com/data/id/Ih-fatawa,2/12/2010
Pakar.blogsome.com/..ramdhan-1428-http/1/12/2010
[4] Mu’ammal hamidy,Imron A,Manan,Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni,(Surabaya:PT Bina Ilmu,1983)hal.152
[6] Mu’ammal hamidy,Imron A,Manan,Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni,(Surabaya:PT Bina Ilmu,1983)hal.151
[10] Mu’ammal hamidy,Imron A,Manan,Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni,(Surabaya:PT Bina Ilmu,1983)hal.163-164
Komentar
Posting Komentar